A. Pengertian Fiqih
Kata fiqih adalah bentukan dari kata
fiqhun yang secara bahasa berarti فَهْمٌ
عَمِيْقٌ
(pemahaman yang mendalam) yang
menghendaki pengerahan potensi akal. Ilmu fiqih
merupakan salah satu bidang keilmuan dalam syariat Islam yang secara
khusus membahas persoalan hukum atau aturan yang terkait dengan berbagai aspek
kehidupan manusia baik menyangkut individu, masyarakat, maupun hubungan manusia
dengan Penciptanya.
Definisi fiqih secara istilah
nebgalami perkembangan dari masa ke masa, sehingga tidak pernah bias kita
temukan satu definisi yang tunggal. Pada setiap masa itu para ahli merumuskan
pengertiannya sendiri. Abu hanifah mengemukakan bahwa fiqih adalah pengetahuan
manusia tentang hak dan kewajibannya. Dengan demikian, fiqih bias dikatakan
meliputi seluruh aspek kehidupan manusia tentang berislam, yang bisa masuk pada
wilayah aqidah, syariah, ibadah, dan akhlak.
Berikut beberapa definisi fiqih yang
diungkapkan oleh beberapa Ulama:
1.
Ilmu yang mempunyai tema pokok dengan kaidah dan
prinsip tertentu.
2.
Ilmu tentang hukum syar’iyyah yang berkaitan dengan
perbuatan manusia, baik dalam perintah (wajib), larangan (haram), pilihan
(Mubah), anjuran untuk melakukannya (sunnah), dan anjuran agar menghindarinya
(makruh) yang didasarkan pada sumber-sumber syari’ah, bukan akal atau perasaan.
3.
Ilmu tentang hukum syar’iyyah yang berkaitan dengan
ibadah dan mu’amalah.
4.
Fiqih diperoleh melalui dalil terperinci.
Ulama
fiqih sendiri mendefinisikan fiqih sebagai sekumpulan hukum amaliyah (yang akan
dikerjakan) yang disyari’atkan dalam Islam. Dalam hal ini kalangan fuqaha
membaginya menjadi dua pengertian, yakni: pertama,
memelihara hukum furuk (hukum keagamaan yang tidak pokok) secara mutlak (seluruhnya)
atau sebagiannya. Kedua, materi hukum
itu sendiri, baik yang bersifat qath’i
maupun yang bersifat dhanni.
A.
Ruang Lingkup Fiqih
Ruang lingkup yang terdapat pada
ilmu fiqih adalah semua hukum yang berbentuk amaliah untuk diamalkan oleh setiap
mukallaf (mukallaf artinya orang yang sudah dibebani atau diberi tanggung jawab
melaksanakan ajaran syariah Islam dengan tanda-tanda seperti baligh, berakal,
sadar, sudah masuk Islam).
Adapun ruang lingkupnya seperti yang
telah disebutkan di atas meliputi:
1.
Hukum yang bertalian dengan hubungan manusia dengan
khaliqnya (Allah SWT). Hukum-hukum itu bertalian dengan hukum-hukum ibadah.
2.
Hukum-hukum yang bertalian dengan muammalat, yaitu
hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia drngan sesamanya baik pribadi maupun
kelompok.
Inilah hukum-hukum Islam yang
dibicarakan dalam kitab-kitab Fiqih dan terus berkembang.
B. Perbedaan Fiqih dengan Syariah
Secara
terminology, kata syariah berarti sumber air yang digunakan untuk minum. Namun
dalam perkembangannya kata ini lebih sering digunakan untuk jalan yang
lurus الطريقة المستقيمة, yakni agama yang benar.
Pengalihan ini bisa dimengerti karena sumber mata air merupakan kebutuhan pokok
manusia untuk memelihara kehidupannya, sedangkan agama yang benar juga
merupakan kebutuhan pokok manusia yang akan membawa pada keselamatan dan
kebaikan hidup di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, selanjutnya arti
syariah menjadi agama yang lurus yang diturunkan oleh Allah SWT.
Secara
umum keberadaan syariah Islam ialah untuk mengatur kehidupan manusia sebagai
makhluk individual untuk taat, tunduk, dan patuh kepada Allah SWT. Ketaatan dan
ketundukan tersebut diwujudkan dalam bentuk ibadah yang telah diatur dalam
syariah Islam. Adapun tujuan syariah secara khusus yang lebih dikenal dengan
istilah Maqashid Al-Syariah yaitu:
1. Untuk memelihara agama (Hifz al-Din)
2. Memelihara jiwa (Hifz al_Nafs)
3. Memelihara Akal (Hifz al-Aql)
4. Memelihara keturunan (Hifz al-Nasl)
5. Memelihara akal (Hifz al-Mal)
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa syariah adalah teks-teks suci yang
bebas dari kesalahan baik isi maupun keautentikannya, yang darinya bersumber
pemahaman ulama yang mendalam yang menghasilkan kesimpulan hukum-hukum amaliah
(fiqih). Upaya untuk memehami teks-teks suci yang dilakukan oleh para ulama
untuk menhasilkan hukum sesuatu inilah yang dikenal sebagai ijtihad.
Berikut
adalah perbedaan syariah dan fiqih:
SYARIAH
|
FIQIH
|
Bersumber
dari al-Qur’an Hadits serta kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari keduanya
|
Bersumber
dari para Ulama dan ahli Fiqh, tetapi tetap merujuk pada al-Qur’an dan Hadits
|
Hukumnya
bersifat Qath’I (pasti)
|
Hukumnya
bersifat Dhanni (dugaan)
|
Hukum
syariahnya hanya satu (universal) tetapi harus ditaati oleh semua umat Islam
|
Berbagai
ragam cara pelaksanannya
|
Tidak
ada campur tangan manusia (Ulama) dalam menetapkan hukum
|
Adanya
campur tangan (ijtihad) para ulama dalam penetapan pelaksanaan hukum
|
Contoh
sederhana perbedaan syariah dan fiqih adalah tentang perintah sholat dan tata
cara pelaksanannya. Perintah sholat adalah masuk kategori syariah, sementara
tata cara pelaksanaan sholat adalah masuk kategori syariah, sementara tata cara
pelaksanaan sholat adalah adalah masuk wilayah fiqih. Sehingga tatacara
pelaksanaan sholat terutama pada gerakan dan dan beberapa bacaannya terkadang
terjadi perbedaan antara ulama yang satu dengan yang lain.
C. Pengertian Ibadah
Ditinjau
dari segi bahasa ibadah memiliki arti:
1. Taat (الطاعة)
2. Tunduk(الخضوع) ,
3. Hina (الذلّ)
4. Pengabdian (التنسّك)
Jadi ibadah itu merupakan bentuk ketaatan, ketundukan,
dan pengabdian kepada Allah.
Di dalam al-Qur’an, kata ibadah
berarti patuh (at-tha’ah), tunduk (al-khudu’), mengikut, menurut dan
do’a. Dalam pengertian yang sangat luas,
ibadah adalah sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa perkataan
maupun perbuatan. Adapun menurut ulama fiqih, ibadah adalah semua bentuk
pekerjaan yang bertujuan memperoleh ridho Allah dan mendambakan pahala darinya.
Dari pengertian-pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa ibadah adalah bertaqarrub (mendekatkan diri)kepada
Allah, dengan jalan mentaati segala perintah-perintahnya, menjauhi
larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya sebagai tanda
mengabdikan/memperhambakan diri kepada Allah swt.
D.
Dasar dan Rukun Ibadah
Ibadah adalah amalan pokok dalam
kehidupan manusia, sebab manusia diciptakan oleh Allah swt, tidak lain adalah
dalam rangka untuk mengabdi (beribadah). Allah berfirman di dalam al-Qur’an
surat adz-Dzariyat 56 yang artinya: “Tidaklah aku (Allah) menciptakan jin
dan manusia kecuali untuk mengabdi/beribadah kepada-Ku”. Jelaslah ayat di
atas menjadi dasar bagi manusia dalam beribadah. Adapun rukun ibadah adalah:
1.
Cinta; maksudnya ibadah yang dilakukan oleh seorang
hamba didasarkan pada cintanya kepada Allah dan Rosul-Nya.
2.
Takut (Khauf); maksudnya ibadah yang dilakukan oleh
seorang hamba kepada Allah. Tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala
bentuk dan jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah.
3.
Harapan (Raja’); maksudnya ibadah yang dilakukan oleh
seorang hamba dijalankan dengan penuh pengharapan tanpa ada rasa pantang
menyerah.
Ibadah merupakan amalan latihan
spiritual rohani manusia yang sangat diperlukan/dibutuhkan manusia dalam
mendekatkan diri dan mensucikan jiwanya serta sebagai sarana mendapatkan
pertolongan Allah swt.
E.
Macam-macam Ibadah
Secara garis besar, ibadah dibagi
menjadi 2, yakni ;
1.
Khas (Mahdhah)
Dalam
pengertian khusus ibadah ialah perilaku manusia dilakukan atas perintah Allah
swt, dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW, atau disebut ritual. Oleh karena itu,
pelaksanaan dan bentuk ibadah ini sangan ketat, yaitu harus sesuai dengan
contoh dari Rasulullah, seperti: shalat, zakat, puasa, haji dan lainnya.
2.
‘Aam (Ghairu Mahdhah)
Secara umum
ibadah berarti mencakup semua perilaku dalam semua aspek kehidupan yang sesuai
dengan ketentuan Allah swt, yang dilakukan dengan ikhlas untuk mendapat ridho
Allah swt.
Oleh
karena itu dapat dikemukakan sitematikanya secara garis besar sebagai berikut:
1. Thaharah
2. Shalat
3. Penyelenggaraan jenazah
4. Zakat
5. Puasa
6. Haji dan Umrah
7. Iktikaf
8. Sumpah dan Kafarat
9. Nazar
10. Qurban dan
Aqiqah
Perbedaan antara ibadah khusus dan
umum terletak pada perbedaan sebagaimana dinyatakan oleh kaidah yang berbunyi
sebagai berikut: “bahwa ibadah dalam arti khusus semuanya dilarang
kecuali yang diperintahkan dan dicontohkan, sedangkan ibadah adalam
arti umum senuanya dibolehkan kecuali yang dilarang.”
Ibadah dari segi pelaksanaannya
dapat dibagi dalam 3 bentuk, yakni sebagai berikut:
a.
Ibadah Jasmaniah Ruhaniah, yaitu perpaduan ibadah
antara jasmani dan rohani, misalnya : shalat dan puasa.
b.
Ibadah Ruhaniah dan Maliah, yaitu perpaduan ibadah
rohaniah dan harta seperti zakat.
c.
Ibadah Jasmani, Ruhaniah, dan Maliyah yakni ibadah
yang menyatukan ketiganya, contohnya seperti ibadah haji.
Ditinjau dari segi kepentingannya,
ibadah dibagi menjadi 2 yaitu kepentingan fardi (perorangan)
seperti sholat dan kepeningan ijtima’I (masyarakat) seperti zakat
dan haji.
Ditinjau dari segi bentuknya, ibadah
ada 6 macam yaitu:
1.
Ibadah-ibadah yang berupa perkataan dan ucapan, di
antaranya yaitu dzikir, do’a, munajat, dsb.
2.
Ibadah-ibadah yang berupa perbuatan yang tidak
disifatkan dengan sesuatu sifat. Contohnya; berjihad di jalan Allah, tolong
menolong, dsb.
3.
Ibadah-ibadah yang berupa menahan diri dari
mengerjakan sesuatu pekerjaan. Contohnya; puasa, sabar.
4.
Ibadah-ibadah yang melengkapi perbuatan dan menahan
diri dari sesuatu pekerjaan, contohnya; I’tikaf, shalat sunnah.
5.
Ibadah-ibadah yang bersifat menggugurkan hak.
Contohnya; membebaskan orang-orang yang berhutang, memaafkan kesalahan orang.
6.
Ibadah-ibadah yang melengkapi perkataan, pekerjaan.
Contohnya: khudu’, khusyu’, menahan diri dan berbicara tiada guna.
F.
Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Ibadah
Manusia diciptakan dalam penciptaan
yang baik. Manusia dibentuk dengan sebaik-baik bentuk, diajari daya
berkomunikasi, diberi akal dan kemauan. Alam sekitar ditundukkan untuk melayani
kebutuhan manusia. Karena itu suatu yang sangat pantas bila Al-Khaliq memiliki
hak untuk menerima ibadah, permohonan dan pertolongan pemanjatan do’a dan
bersimpuhnya hamba di hadirat-Nya dengan penuh kepasrahan, penyerahan dan
kepatuhan.
Untuk memberi pedoman ibadah yang
bersifat final, Islam menerikan prinsip-prinsip ibadah sebagai berikut:
a.
Hanya Allah yang berhak disembah
b.
Dalam beribadah setiapa mu’min harus yakin bahwa Allah
adalah dekat dengan hambanya.
c.
Ikhlas sebagai sendi ibadah yang akan diterima disisi
Allah.
d.
Ibadah sesuai dengan tuntunan Allah dan Rosul-Nya.
e.
Memelihara keseimbangan dalam beribadah.
f.
Ibadah itu mudah dan meringankan.
g.
Dilakukan secara sah.
h.
Amalan yang dilakukan hendaklah diakui Islam dan
bersesuaian dengan hukum syara’.
i.
Amalan hendaklah dikerjakan dengn niat dan tujuan yang
baik, memelihara kehormatan diri, menyenangkan keluarga, bermanfaat bagi ummat
dan memakmurkan bumi Allah.
j.
Amalan hendaknya dibuat dengan sebaik-baiknya.
k.
Ketika melakukan kerja hendaklah senantiasa mengikuti
hukum-hukum Syari’at dan batasnya, tidak mendzalimi orang, tidak khianat, dan
tidak menindas atau merampas hak orang lain.
l.
Dalam mengerjakan suatu ibadah tidak lalai dari ibadah
wajib.
G.
Tujuan Ibadah
Ibadah mempunyai tujuan pokok dan
tujuan tambahan. Tujuan pokoknya adalah menghadapkan diri kepada Allah yang
Maha Esa dan mengkonsentrasikan niat kepada-Nya dalam setiap keadaan. Dengan
adanya tujuan itu seseorang akan mencapai derajat yang tinggi di akhirat.
Sedangkan tujuan tambahannya adalah
agar terciptanya kemaslahatan diri manusia dan terwujudnya usaha yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar